Tiba tiba ada
sesosok pria yang mendarat cukup dekat dengan mukaku. Dengan spontan aku
berteriak “Trevor Anthony.....!!!!!!!! What are you doing??”
Dengan senyuman
nya yang lebar dan manis dia menjawabku, “Aku gag ngapa-ngapain kok. Cuman mau
nyapa kamu aja. hahaha”
Melihat cara
dia tertawa, dengan sinisnya aku menjawab,“Kok kamu ketawa sih... Aku kaget
banget tahu! Udah ah kamu tu ngaco mulu. Aku mau masuk kelas..!”
“Masuk kelas??
Emang udah ada mahasiswa atau dosen sepagi ini ya?” Jawabnya.
“Ya gag ada
sih. Abis kamu ngaco mulu sih. Terus kamu ngapain dateng pagi-pagi begini?”
Dia mendekatkan
wajahnya padaku dan berkata,“Kasi tahu gag ya??”
“Parah emang ya
kamu..!”
“Iya .. iya
deh. Aku emang suka berangkat pagi. No matter what. Kebetulan juga disini ada
piano, ya udah daripada bosen, aku main piano disini.” Jawabnya tegas.
“Terus kenapa
berhenti maen? Maen terus aja. Aku pingin lihat seberapa jago kamu maen piano.”
“Yah
nantangin... Oke... Let’s play...”
Dia mulai
mengarahkan pandangan nya ke arah piano tua itu dan mulai menekan tuts-tuts
piano. Aku mengamati setiap gerak-gerik nya. Sambil memandangi ku, dia mulai
memainkan nada-nada yang sangat indah yang terdengar familiar di telingaku.
Only Hope Switchfoot yang adalah sountrack film A Walk To Remember. Oh My God. Ini kayak mimpi. Sudah lama banget
aku pingin punya seorang kekasih dengan karakter seperti Landon Carter tapi yang
bisa nyanyiin lagu Only Hope buat aku. Dan sekarang lihat, cowok ini sedang
mainin lagu impian ku. Tapi aku sedikit penasaran, gimana dia bisa tahu ya lagu
kesukaanku??
Tanpa sadar aku
mengamatinya tajam, dan sepertinya dia sadar kalau akau terlalu tajam
memandanginya.
“Whooooiiiii!
Kok ngeliatin akunya sampe begitu..! Kamu kenapa???” tanyanya membuyarkan
lamunanku.
“Ah enggak..!
Nggak apa-apa kok. Bagus mainnya. Ayo lanjut lagi!! Aku suka”
“Nggak mau...!”
Jawabnya ketus.
“Loh kenapa??”
Tanyaku penasaran.
“Nggak ada yang
nyanyi sih.” Dia tersenyum.
Kemudian dengan
semangat aku menjawabnya,”Ya udah, aku aja yang nyanyi. Ayo cepetan. Aku lagi
kangen sama lagu ini”.
“Oke. Dari awal
ya. Tapi kamu biasa maen apa?” Tanya nya sambil berfikir.
“Aku di B
minor”
Dia kembali
menghadap ke arah piano. Namun sebelum menekan tuts piano aku
berteriak,””Tunggu....!!”
“Apaan sih
kamu? Ngagetin aja. Ada apa?”
Sambil duduk di
sebelah nya aku bertanya, “Kamu udah tahu kalau aku suka lagu ini ya? Kok tadi
langsung maen instrumen lagu ini?”
Dia menundukkan
kepalanya dan mengangkat kepalanya untuk memperhatikan ku,”Nggak! Nggak salah!”
“Apa?? Berarti
kamu emang udah tahu ya?? Kamu tahu dari siapa? Aku gag pernah woro-woro ke
orang soal itu. kamu nyelidikin aku ya?”
Dia mendekat
kepadaku dan memegang pundakku, “Gag usah parno gitu deh. Kamu ingat gag waktu
kamu gag jadi dijemput papa kamu kemarin?”
“Inget,
terus???” Tanyaku penasaran.
“Kamu ninggalin
satu buku yang isinya semua desire, dreams, and hope yang kamu pingin.”
“Yahhhh. Kamu
udah buka semua dong..! Aduhh. Gimana ni???” Jawabku ketakutan.
“Nyantai aja
kali. Aku gag akan ngomong ke orang lain. Okay!! Tapi kalau aku boleh kasi kamu
advice, Impian-impian kamu itu seharusnya kamu share kan ke orang lain juga,
jadi orang lain bisa tetep keep your spirit untuk terus move on ngewujudin
impian kamu.!”
Aku tertunduk
dan mulai meneteskan air mata. Aku tidak bisa membendung kesedihan yang pernah
aku alami terhadap mantan pacarku yang meninggalkan aku hanya karena semua
mimpiku. Aku ingin membagi mimpiku dengannya, agar dia pun bisa melakukan hal
yag sama. Namun dia berfikir bahwa aku hanyalah seorang pemimpi. Anak manja
yang penuh dengan mimpi. Dia tidak bisa mendukung mimpi-mimpiku karena dia
tidak bisa bermusik. Mantan pacarku nggak punya talenta bermusik. Lalu dia
meninggalkanku. Sekarang dia punya kekasih yang lain dengan badan yang sexy
yang sayang banget nggak punya skill apa-apa.
“Loh... loh...
eh jangan nangis dong Stela. Kamu kenapa? Sorry deh kalau kata-kata ku nyakitin
kamu.”
Dia mengambil
sapu tangan di saku nya dan menghapus air mata dari pipiku. Ketika tangannya
mendarat di pipiku, aku memegang tangannya dan berbisik “Aku udah melakukannya.
Tapi nggak ada yang mau tahu. Bahkan mereka malah ninggalin aku. Sorry Trevor,
aku harus pergi. Thank you ya.” Kemudian aku mulai beranjak dari tempat duduk
ku dan pergi. Belum sampai turun dari panggung auditorium, Trevor berlari
mengejarku, dan meraih punggungku. Ketika aku membalikkan badanku, dia
memelukku dengan erat. Merasakan hangatnya pelukan yang dia berikan, aku
kembali menangis tersedu sedu. Selama beberapa menit aku tenggelam dalam
pelukannya. Kemudian sambil memelukku dia berkata “Kamu bisa cerita ke aku Ste.
Apapun mimpimu. Aku suka dengan orang yang punya mimpi besar. Nggak usah takut.
Aku nggak akan mencibirmu apalagi ninggalin kamu. Aku akan dukung kamu sampai
kamu mencapai semua nya. Asal kamu janji, kamu harus tetep semangat, pantang
menyerah sampai semua mimpi mu jadi nyata.!” Aku merasa, cowok satu ini seperti
sudah mengetahui banyak hal soal aku. Sepertinya memang dia sudah membaca semua
isi buku yang kutulis. Aku tidak hanya menulis impian dan harapanku, tapi juga
tentang mantan pacarku. Apa yang sebenarnya mau Trevor coba lakukan dengan
hidupku. Apakah dia ingin membangkitkan kembali semangat ku yang sudah pudar?
Atau ingin membangkitkan ingatan buruk tentang Brian? Ya, Brian adalah mantan
pacarku. But anyway, aku Nggak peduli. Aku memilih untuk berpikir positif saja.
Aku melepaskan diri dari pelukannya dan memandang nya dengan senyuman, “Thank
you Trevor. Can I have my book again?”
“Sure! Wait for
me!” Dia kembali ke tempat duduk di depan piano dan mengambil tasnya. Dia
berjalan ke arahku untuk mengembalikan bukuku. “Here we go! Ehmm... Ini sapu
tangan ku. Pakai aja untuk ngehapus air matamu.”
“Thank you once
again. Aku kembaliin besok ya.!” Jawabku ramah.
“Anytime...!”
Aku berjalan
pergi keluar dari Auditorium. Kejadian hari itu sedikit mengembalikan semangat
ku yang pernah pudar. Sampai berlalunya hari itu pun aku masih tetap mengingat
setiap detail kejadian nya. Ketika aku menangis, merasakan pelukannya, dan
percakapan yang kami lakukan waktu itu. That was great.
Tidak terasa,
kami pun telah saling mengenal lebih dari satu tahun. Selama waktu itu, kami
menjadi semakin dekat. Setiap pagi kami bertemu di ruang audit untuk bernyanyi
dan bermain musik. Aku nggak tahu juga sih apakah pepatah jawa yang bunyinya
“Tresno jalaran saka kulina” itu bener atau nggak. Sejujurnya aku sudah mulai
merasakan sinyal-sinyal cinta di antara kami berdua. Namun aku tidak
menghiraukannya. Aku masih sedikit takut. Jangan-jangan ini hanyalah perasaanku
saja. Aku nggak tahu apakah dia juga merasakan hal yang sama. Selama setahun
ini aku jadi tahu banyak hal tentang dia. Trevor itu sebenarnya adalah pemilik
perusahaan tenama di Indonesia. Soal kenapa dia bisa jadi lebih muda dari aku,
itu karena dia kepingin dapet gelar tambahan, tapi bidang sebelumnya nggak
berhubungan sama apa yang mau dia ambil. Jadi dia terpaksa ngulang dari
semester 1.
Siang itu aku
terpaksa harus pulang sendirian karena papaku nggak bisa jemput lagi. Dan pada
saat itu musim hujan. Hujan siang itu deras banget. Butiran-butiran hujannya
pun besar-besar. Aku juga nggak bawa payung, jaket pun nggak. Akhirnya pun aku
cuman berdiri di loby kampus sambil memperhatikan hujan. Setengah jam aku
tunggu belum juga reda... Satu jam aku tunggu masih sama. Aku tunggu lagi
sampai setengah jam pun hujan nya tetep aja nggak mau berhenti. Stopppp
Waiting...!! Udah jam setengah 4 sore. Aku harus pulang. Sore itu aku nekat.
Aku berlari menuju ke halte bis di depan kampus. Tapi, ternyata bukan hanya
hujan yang menghalangi ku. Baru aja keluar dari gerbang kampus, tiba-tiba dari
arah belakang ku ada serombongan anak-anak muda. Dan mereka menghadangku. Waduh,
perasaanku sudah sangat nggak enak. Dan...... bener banget!! Awalnya mereka
cuman goda-godain gitu. Aku tetep aja berjalan ke depan tanpa menghiraukan
mereka. Salah satu dari mereka mulai mencoba menyentuh ku dan berkata,”Kok
sombong amat sih cantik..? Ayolah.. pergi sama kita..”
Haduh beneran
deh. Mau teriak kagak ada orang. Dalam hati aku berteriak “GOD....... HELP
ME..... HELP ME.......”. Then suddenly ada mobil Putih yang sepertinya aku
kenal, datang dengan klakson nya yang sangat keras. Kemudian mobil itu berhenti tepat di depan ku
dan segerombolan cowok itu.
To be continued
0 komentar:
Posting Komentar