“Suara apaan
tuh?? Bagus amat..”
Aku berjalan
menuju ke sumber suara melodi tuts-tuts piano yang mengarahkanku ke ruang
serbaguna di kampus. Disana aku melihat seorang pria dengan wajah yang tampan
dan meneduhkan jiwa. Tanpa sadar aku berdiri di depan ruangan melihat dirinya.
“Halo.... kok
cuman berdiri disitu” Sapanya.
Dengan
terbata-bata aku menjawab “ehmm... a.. a... aku Cuma penasaran aja sama suara
di koridor tadi. Aku pikir suara apaan., ternyata kamu yang main.. hehe”
“Oh gitu....
terus mau tetep berdiri disitu?” jawabnya dengan senyum yang manis.
“Gag lah. Aku
mau masuk kelas dulu.. . Dah ya bye”
Tanpa
melanjutkan pembicaraan aku segera membalikkan badanku dan pergi.
Aku memang suka
pada segala sesuatu yang berhubungan dengan melodi. Harapan orang tuaku sih aku
bisa jadi penyanyi, itulah sebabnya aku diberi nama Melody. Stella Melody,
That’s my name. Impianku adalah jadi penyanyi internasional. Aku mahasiswa
Sastra Inggris semester tiga. By the way, aku belum punya cowok, masih trauma
sama masa lalu yang buat aku enggan untuk pacaran. So, aku lebih milih buat
sendiri dulu. Aku nggak tahu, Entah siapa yang nanti bisa meluluhkan hatiku.
Sekarang ini, hatiku ibarat sedang aku kunci dengan gembok super besar, dan
kuncinya aku buang entah dimana. Dalam lubuk hatiku yang terdalam, aku yakin
bahwa suatu saat kunci itu akan ditemukan oleh seorang pangeran yang bakalan
jadi pendamping hidupku.
Waktu
menunjukkan pukul enam sore, sudah saatnya aku buat pulang kuliah. Capek banget
rasanya. Ingin segera pulang, terus makan, mandi and tidur. Seperti biasa aku
harus menelpon papaku untuk jemput aku. Maklum nih, nggak bisa nyetir motor,
apalagi nyetir mobil. Sambil menunggu papa, aku duduk di lobi kampus and baca
majalah Internasional yang aku suka. Namun tiba-tiba ada suara yang sepertinya
udah aku kenal, mengejutkanku,
“Halo cewek
yang cuman berdiri di depan pintu audit??”
“Eh kamu....!”
Sapa ku malu.
“Nungguin apa
kamu?? Jemputan?” timpalnya
Dengan
memandang badannya yang gagah aku menjawabnya “Iya. Kamu kenapa nggak pulang?”
Sambil
menatapku dia berkata “Ehmmmm... ini mau pulang”
Kriiingggg
Kriiingg... Suara hapeku menyapaku. Dan terlihat di display bahwa itu nomor
papaku.
“Halo pah.
Sampai mana?”
Dengan nada
yang sedikit kecewa papaku menjawab “Maaf sayang, pekerjaan papa buaaanyak
banget. kamu pulang sendiri bisa kan??
“Bisa pa.... ya
udah deh aku pulang sendiri. daaaa”
Suara itu
kembali bertanya “Gag jadi dijemput??”
“Iya nih. Aku
harus pulang keburu malem. Udah ya.” jawabku sambil bersiap-siap untuk pergi.
“Ehhh, tunggu.
Kamu nama nya sapa? Aku Trevor Anthony. Panggil aja Trevor. Aku semester 1”
Teriaknya.
“Aku Melody
Stela. Panggil aja Stela. Aku semester tiga. Kamu adik tingkat ternyata ya. Aku
pikir udah semester enam” jawabku pelan.
Sambil berdiri
dia berkata “Aku tahu, pasti karena wajahku yang udah terlihat dewasa ya? ”
“Iya”
Tanpa sempat
melanjutkan, dia bertanya lagi “Kamu mau aku antar ga??”
“Ga deh. Kita
kan baru kenal. Aku ga kebiasa. Thanks ya sebelumnya.”
“Oh gitu. Ya
udah. Hati-hati ya”
“Oke thank you.
See you” Aku berjalan meninggalkan dirinya.
Sesampai di
rumah, aku mandi dan tidur, mewujudkan impian badanku yang kelihatan nya emang
udah mapan untuk tidur.
Kriiiiiiiingggg.....
Kriiiiiiiingggg..... Kriiiiiiiingggg.....
Alarm di hapeku
menyapaku dengan bunyinya yang keras dan menunjukkan Pukul 05.00 pagi, pas
banget seperti yang aku harapkan. Aku bangun kemudian berdoa sejenak untuk
berterimakasih sama Tuhan, bersihin tempat tidur, mandi and bersiap-siap untuk
kuliah. Aku masuk kuliah jam 8 pagi jadi agak nyantai lah. Tapi walaupun begitu
ya tetap aja sih, aku harus tetep siap-siap di pagi hari, mau gimana lagi, kan
aku nunut papa sampai kampus.
Aku datang di
kampus jam 7 pagi. Setiap mahasiswa di kampus mau gag mau emang harus lewat
Auditorium Kampus. Tapi kalau pagi gini ma adanya cuman Pak Bon aja. Selama 3
semester di Kampus ini, itu sih yang aku tahu. Kagak pernah ada mahasiswa yang
serajin aku. Datang pagi-pagi nongkrong di taman kampus.
Tapi kayaknya,
mulai semester tiga ini akan ada pemandangan yang berubah. Aku berjalan
melewati Auditorium kampus, again and again alunan tuts piano yang indah itu
mulai terdengar lagi. Langsung dalam benak ku terlintas satu nama “Trevor Anthony”.
Dialah satu-satunya tersangka berubah nya pemandangan kampus di mataku.
Aku menengok ke
dalam Audit dan....... taraa......Kok gag ada orang. Terus apaan dong yang
bunyi. Bulu kuduk ku mulai berdiri. Aku masuk menggapai seonggok piano tua di
panggung Auditorium. Sambil memegang telingaku, aku berkata, “Ah aku tadi
denger kok ada suara piano.” Bulu kudukku berdiri lebih kuat, aku melangkahkan
kakiku ke belakang dan berbalik. Tiba-tiba .....
To be continued.......
0 komentar:
Posting Komentar